Habib Rizieq Shihab dan Alm. KH. Abdurahman Wahid |
Belakangan,
viral dimedsos perkara orang-orang yang sedang mendapat “ganjaran” akibat
perbuatannya terhadap ulama. Belum lama, peristiwa kecelakaan dan kematian
seseorang dikaitkan dengan tindakan menghina Habib Rizieq Shihab. Bagi
pembelanya, Habib memiliki keutamaan mulia dengan segenap karamahnya. Selain
itu, ada juga yang ramai tentang hal seperti ini, yakni fenomena isu tidak
sedap beberapa tokoh yang dianggap bagian dari ganjaran mereka karena pernah
menghina dan “mendzolimi” KH. Abdurahman Wahid (Gusdur). Baik Habib dan Kiai,
oleh pencintanya dianggap sebagai wali yang
memiliki keistimewaan. Keduanya sangat berpengaruh dan dihormati pengikutnya. Lihat
saja gerakan dakwah yang dilakukan Habib. Buka juga sejarah perjuangan Sang
Kiai.
Tulisan ini
tidak bermaksud membanding-bandingkan Habib Rizieq dengan Gusdur. Bukan pula
bertujuan membeda-samakan keduanya. Sungguh, Saya tidak berniat demikian. Hanya
memang, jika toh ada arah kesana,
Saya pastikan bahwa hal itu sebagai dinamika dari tulisan ini agar pembaca bisa
berpandangan sendiri. Sehingga, tak perlulah kemudian Anda terlalu serius
menanggapinya. Entah apakah ulasan kali ini dikategorikan tulisan ilmiah, fiksi,
sejarah, dongeng, takhayyul bahkan mungkin puisi? Atau jangan-jangan ini hanya
teori cocoklogi? Terserahlah Anda berpikir.
Fenomena
anggapan bahwa seseorang telah mendapat ganjaran akibat dari tindakan buruknya
kepada Habib dan Kiai merupakan symbol bahwa kedua figur ini memiliki tuah dan tulah. Dalam tradisi masyarakat Jawa Klasik, tuah dan tulah ini
merupakan kekuatan yang dimiliki ratu atau dhatu. Soal Habib dan Gusdur
benar-benar memiliki kekuatan ratu hingga ber-tuah dan ber-tulah, itu
perkara lain. Intinya, mereka berdua hingga kini memiliki pengikut yang
memposisikan keduanya sebagai pemimpin istimewa.
Tuah dan tulah
merupakan konsep sosial masyarakat Nusantara peninggalan ajaran Kapitayan yang
hanya dipunyai oleh ratu atau dha-tu. Seseorang yang diberi gelar ratu ini dianggap memiliki ‘daya sakti’
atau kekuatan-keuatan gaib. Mereka dipastikan juga memiliki karomah atau ma’unah, sosok ulama yang sudah benar-benar diakui sebagai ulama
dalam makna utama sebagai ahli ilmu agama mendalam sekaligus memiliki kekuatan
adiduniawi. (Agus Sunyoto; Atlas Walisongo).
Sekali lagi, soal Habib dan Gusdur benar-benar mempunyai kekuatan ratu hingga
ber-tuah dan ber-tulah, itu perkara lain.
Intinya,
keyakinan masyarakat Nusantara bahwa predikat tuah dan tulah tokoh
mereka sudah menjadi tradisi dahulu. Bangsa ini sejak awal menomor-satukan
kekuatan mistik bagi ratu atau dhatu. Sehingga orang yang memiliki kekuatan spiritual
inilah akan diangkat menjadi pemimpin. Habib dinobatkan sebagai Imam Besar Umat
Islam oleh pencintanya, Gusdur pun menjadi tokoh yang dihormati semasa hidupnya
bahkan hingga kini. Lagi, soal Habib dan Gusdur benar-benar memiliki kekuatan
ratu hingga ber-tuah dan ber-tulah, itu perkara lain. Saya yakin, Habib
Rizieq juga dibenci banyak orang, termasuk Gusdur.
Pemimpin yang memiliki kekuatan gaib disebut bertuah. Jika ada orang yang berupaya
mendzoliminya akan terkena tulah.
Jika mereka memberikan pernyataan, pencintanya akan mengikutinya. Sebaliknya,
jika ada yang akan menghina atau mencelakainya akan menerima tulah. Istilah populer bagi masyarakat
Nusantara tulah disebut kualat. Maka,
benarkah para pembenci Habib Rizieq yang terkena musibah, seperti Ahok kalah
dipilkada hingga masuk sel, Ahoker yang meninggal akibat kecelakaan mobil dan
lain semacanya, merupakan wujud dari tuah serta tulah Sang Habib? Begitu pula
Amin Rais dan beberapa tokoh lainnya yang pernah “mengkhianati” Gusdur akhirnya
merasakan tulah Sang Kiai? Atau
jangan-jangan Sang Habib pun yang saat ini sedang menjadi “buron” polisi
Indonesia terkena tulah Gusdur? Sebab, Habib pernah mengeluarkan
kalimat-kalimat yang menghina mantan Presiden RI itu?
Pendapat saya, pemimpin yang bertuah itu harusnya diterima semua kalangan. Ia dicintai tidak hanya dari kelompok dan pengikutnya. Namun juga disegani oleh golongan yang berbeda. Mungkin, Habib Rizieq "kalah" pada poin itu dengan Gusdur. Jika keliling Indonesia, Gusdur akan diterima hampir seluruh pulau. Sedangkan Habib, bisa saja akan bernasib sama dengan Fahri Hamzah jika datang ke Manado. Mungkin ya. Anda tahulah itu. Afwan Bib !
Jadi, siapa yang lebih bertuah dan bertulah?
Atau labelisasi ini terlalu berlebihan? Bahkan tulisan ini pun keliru? Yang
jelas, ramainya medsos terkait pencocokan musibah seseorang akibat dari kualat
kepada ulama dan tokoh adalah fenomena menarik. Salam Ta’dzim Gus. Pulanglah
Bib. Semoga Allah memberikan rahmant-Nya kepada kita semua.
Label:
Artikel Ku,
Refleksi